Jumat, 20 Februari 2009

free

Tuesday, January 22, 2008

Hadiah Ulang Tahun Dari Papaku
Kategori :
Saya adalah anak tunggal papaku. Sejak dulu, kami hanya hidup berdua saja. Mamaku telah lama bercerai dari papaku sejak saya masih SD kelas 1. Saya tak pernah mau tahu kenapa mereka bercerai. Sejak saat itu, saya tinggal dengan papaku. Papaku itu ganteng sekali. Meskipun usianya sekarang hampir mencapai 50, dia masih nampak awet muda. Rambutnya memang agak beruban, tapi tak terlalu menonjol. Kerutan memang mulai nampak di wajah tampannya itu namun tak sebanyak kerutan di wajah kebanyakkan pria berusia 50an. Tubuhnya memang tidak atletis, dengan sedikit lemak di bagian perut. Namun, secara keseluruhan, dia tak nampak gemuk sama sekali.Kami dekat sekali, selalu berbagi kegembiraan dan kesedihan. Singkat kata, papaku itu papa yang terbaik sedunia. Saya amat menyayanginya, sampai-sampai terkadang saya mengira saya telah jatuh cinta padanya. Saya sendiri tak tahu bagaimana perasaan papaku terhadapku. Yang kutahu adalah bahwa dia amat sangat menyayangiku seperti seorang ayah menyayangi anaknya. Walaupun kami dekat sekali, norma-norma kesopanan tetap kami jaga. Saya tak pernah sekalipun melihat kontolnya, hanya sering melihat dadanya saja sebab dia suka berjalan telanjang memakai celana dalam saja. Saya sendiri sangat pemalu, saya tak mau papaku melihat tubuhku. Mungkin karena saya tak percaya diri dengan bentuk tubuhku yang agak terlalu langsing. Tapi semuanya akan segera berubah, tepat di malam ulang tahunku yang ke-18.Malam itu, saya memutuskan untuk tidur lebih awal. Sekujur tubuhku letih sekali setelah latihan fisik di sekolah pagi tadi. Saya selalu benci pelajaran olahraga, karena saya tak terlalu suka capek. Tapi sisi baiknya, saya menjadi cepat mengantuk dan ingin tidur lebih pagi. Seperti biasa, saya telah melolosi semua pakaianku, dan berbaring telanjang bulat dengan nyaman. Bahkan saya tak ingin sehelai selimut pun menutupi tubuhku. Rasanya nyaman sekali dapat bebas dari belenggu pakaian yang harus kukenakan dari pagi sampai malam.Dengan cepat, saya terlelap, tak menyadari bahwa sesosok bayangan pelan-pelan memasuki kamarku dan berdiri di sisi ranjangku. Tubuh telanjangku menjadi menu utama matanya. Saya baru tersadar ketika dia menepuk-nepuk pipiku dan membangunkanku. Begitu kedua matau terbuka, kulihat papaku berdiri menatap ketelanjanganku. Meskipun keadaan di kamarku remang-remang, namun cukup jelas untuk melihat segala sesuatu. Malu sekali, cepat-cepat kututupi kontolku yang setengah ngaceng dengan tanganku. 'Astaga, sudah berapa lama dia melihat tubuh telanjangku?' pikirku, wajahku memerah seperti kepiting rebus."Tak perlu malu, anakku," katanya, duduk di sisi ranjang.Satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhnya hanya celana dalamnya yang agak terlihat usang. Bercak kekuningan nampak di bagian depan celana dalamnya di mana kontolnya mulai mendesak ingin keluar. Astaga, papaku ereksi melihat tubuhku!"Kamu cakep sekali, anakku," katanya lagi, tangannya mulai membelai-belai bahuku."Ayolah, jangan kau tutupi kemaluanmu. Biarkan Papa melihatnya. Ayo."Dengan lembut, dia berusaha menyingkirkan tanganku agar kontolku terekspos. Saya tak tahu harus berbuat apa selain membiarkannya."Anak Papa sudah besar, yah," komentarnya saat melihat kontolku mulai ngaceng."Bulu-bulunya lebat sekali," tambahnya lagi saat melihat bahwa dasar kontolku ditutupi bulu jembut yang rindang seperti hutan Amazon.Saya tahu apa yang sedang papaku lakukan. Dia ingin merayuku. Dia ingin mengajakku untuk tidur dengnnya. Dia ingin bersetubuh denganku!! Agak ragu, saya berkata,"Pa, jangan, Pa." Kurasakan tangannya yang kasar membelai-belai kontolku."Kumohon, Pa. Jangan," mohonku lagi.Sebagian diriku memang ingin sekali bercinta dengannya, tapi sebagian lagi melarang. Incest itu salah dan dosa, apalagi incest yang satu ini melibatkan hubungan sesama jenis. Insting moralku memaksaku untuk menolak rayuan papaku."Jangan takut, anakku. Papa takkan menyakitimu. Papa hanya ingin bersamamu. Andai saja kau tahu betapa sendirinya Papa selama bertahun-tahun." Sahutnya dengan nada sedih yang mendalam."Alasan Papa tak menikahi wanita lain karena Papa sayang padamu. Papa sengaja menunggu, sampai kamu cukup umur. Sekarang kamu sudah berumur 18 tahun, anakku."Kulihat jam weker di meja kecil yang terletak tepat di samping ranjangku. Jam itu menunjukkan pukul 12 lewat 45. Itu berarti, sudah 45 menit lamanya saya berumur 18tahun. Saya sudah dewasa!"Papa punya sebuah hadiah ulang tahun untukmu, anakku."Dengan itu, dia berdiri. Kemudian, tanpa malu, papaku mulai melepaskan celana dalamnya. Saya hanya dapat menatap kontolnya dengan pandangan tak berkedip, takjub sekali. Kontol papaku indah sekali. Panjangnya nyaris 20 cm, keras seperti baja, dan ukuran kepala kontolnya besar sekali. Bulu jembutnya tak selebat punyaku, mungkin kebanyakkan rontok."Pa, kenapa Papa menunjukkan batang Papa padaku?" tanyaku keheranan.Seharusnya saya memalingkan mukaku, namun tak kulakukan. Mataku terpaku pada kontolnya yang menjulang tingi di depanku. Saya ingin melihat kontol papaku! Entah kenapa, kurasakan gairah yang bergelora di dalam diriku. Tanpa sadar, tanganku meraih ke depan dan menggenggam kontolnya. Aaahh.. Rasanya hangat dan keras. Kontol itu terasa amat hidup, berdenyut-denyut dengan nafsu birahi."Ayo, pegang saja, anakku. Ini hadiah Papa untukmu. Kamu sekarang sudah dewasa. Papa tak ingin kamu terjerumus dalam seks bebas. Papa tahu kamu mungkin ingin tahu banyak tentang seks. Papa akan ajarkan semua yang Papa tahu. Oh anakku, Papa sayang sekali padamu."Kedua tangannya yang besar dan kasar meraba-raba punggungku. Kemudian, mereka beralih pada dadaku. Mulanya, papaku meremas-remasnya secara perlahan, namun makin lama, remasannya menjadi makin kuat. Tanganku ynag tadinya sibuk mengusap-ngusap kontol papaku, kini mulai mengocok-ngocoknya, berharap papaku akan 'keluar' sesegera mungkin. Nafsu mulai menguasai kami berdua. Desahan napas yang memburu-buru memenuhi kamarku. Kami saling bertatapan, saling mengetahui pikiran kami masing-masing.Tiba-tiba, papaku memelukku. Tubuhnya sangat besar dibandingkan tubuhku. Sebenarnya jika dia ingin fitness, tubuhnya takkan kalah dengan tubuh Owen McKibbin, salah satu cover Men's Health yang hampir seumur dengan papaku. Dengan tubuhnya, papaku menindihku dan kami terjatuh ke atas ranjangku yang empuk. Kami saling bertatapan, mencari persetujuan dari masing-masing pihak."Anakku, apakah kamu menginginka Papa mengajarkanmu seks?" tanyanya, matanya menatapku penuh harapan, berharap saya mengatakan 'ya'."Ya, Papa. Ajari saya. Saya ingin tahu bagaimana caranya untuk memuaskanmu, Pa. Ajari saya. Saya siap, Pa," jawabku.Benteng pertahananku runtuh. Sungguh tak mudah menolak rayuan ayah sendiri! Ditindih seperti itu, saya dapat merasakan degup jantung papaku. Rasanya kencang sekali. Kontolnya sendiri menempel pada anusku, berhubung papaku sedikit lebih tinggi dariku.Papaku bangkit dan melepaskan tindihannya. Kemudian dia berdiri di sisi ranjangku sambil menyodorkan kontolnya yang kini mulai basah dengan cairan precum. Dalam jarak sedekat itu, akhirnya saya dapat melihat kontol papaku dengan jelas. Kontolnya sama seperti kontolku, belum disunat. Tapi karena tegang luar biasa, kepala kontolnya sudah keburu menyembul keluar dari kungkungan kulit khitannya. Dengan bangga, kepala kontol itu berdenyut-denyut di depanku, berkilauan dengan precum."Pelajaran pertama," kata papaku, "Oral seks. Sekarang coba kamu kulum kontol papamu ini. Pelan-pelan saja. Angap kontol ini seperti permen. Kulum dalam mulutmu dan jauhi gigimu. Kemudian hisap terus sambil menjilat-jilat. Terus lakukan itu sampai Papa ngecret.""Baik, Pa."Dengan patuh, saya duduk, memegang kontolnya dan kemudian memasukkannya ke dalam mulutku. Sayup-sayup terdengar desahan nikmatnya saat mulutku yang hangat menyelimuti kepala kontolnya. Meskipun baru pertama kali sebatang kontol bersarang di dalam mulutku, namun instingku mengajariku bagaimana cara memuaskan kontol. Kuikuti saran papaku; kuhisap-hisap kepala kontolnya dan kujilati kepala itu. Papaku mengerang-ngerang seperti orang kesakitan. Saya malah semakin bersemangat. Pertama kali, sejujurnya, rasa kontol itu agak aneh, sulit untuk melukiskannya. Rasanya agak asin bercampur manis. Baunya pun sedikit pesing dan tajam. Saya jadi teringat bau celana dalamku sendiri. Tapi lama-kelaman, semuanya terasa enak.Tanpa ampun, kusedot kontol papaku sekuat-kuatnya. Mulutku telah berubah fungsi menjadi vacum cleaner. Kubayangkan saya sedang menyedot sari buah kelapa dengan menggunakan sedotan ajaib. Tiba-tiba rasa asin menyerang lidahku. Cairan licin mulai membanjiri lidahku, mengalir keluar dari dalam lubang kontolnya. Saya tahu cairan apa itu. Itu adalah precum. Saya sering melihatnya ketika saya asyik mencoli kontolku sendiri. Papaku semakin bergairah, tubuhnya sedikit terguncang karena nikmatnya hisapanku. Tangannya kembali meraba-raba punggung dan dadaku. Papaku memang tahu benar cara merangsang sesama pria.".. Hhhoohh.. Hisap terus, nak.. Ooohh.. Yyyeess.. Hisap kontol Papa.. Aaahh.. Kontol yang dulu membuatmu.. Uuugghh.. Papa sayang kamu.. Hhoohh.."Erangan-erangannya semakin lama semakin tak jelas terdengar. Yang lebih terdengar adalah suara deruan napasnya yang berat.".. Hhoohh.. Uuugghh.. Hhhoosshh.. Aaahh.."Terlalu asyik dihisap oleh muluku, Papa rupanya ingin mengambil kendali. Bagikan sedang mengentot, kontolnya didorong-dorong masuk ke dalam mulutku. Terkadang kontol papaku masuk terlalu dalam sampai hampir menutup kerongkonganku. Berkali-kali saya hampir tersedak namun selalu dapat kutahan. Seiring dnegan waktu, nafsu menjadi smeakin besar, mendorong spermanya keluar. Dengan lolongan keras, papaku menekankan kontolnya dalam-dalam, tangannya mengcengkeram kepalaku kuat-kuat. Berikutnya, kontolnya jebol. CCROOTT!! CCROOTT!! CCRROTT!!".. AaaAARRGGHH..!!"Bagaikan air bah, pejuhnya menerjang masuk dan turun ke kerongkonganku. Tak ada waktu untuk menghindar, apalgi papaku memegang kepalaku. Tak ada pilihan lain. Terpaksa kutelan semua air maninya. Rasanya asin dan aneh. Saya tak pernah mencicipi apapun dengan rasa aneh seperti itu. Tapi bairpun aneh, menurutku rasanya lumayan enak. Jadi, tanpa protes, saya menelan semua, habis tak bersisa. Sementara itu tubuh papaku masih mengejang-ngejang, menuntaskan orgasmenya."AARRGHH!! UUGGHH!! OOHH!! AAHH.. UUHH.." begitu semuanya usai, papaku menarik kontolnya keluar.Saya agak kecewa sebab saya masih ingin lagi. Papaku nampak letih sekali, keringat bermunculan dari pori-porinya."Pa, saya suka nyedot kontol Papa. Enak, sih," sahutku, tersenyum mesum. Setetes pejuh nampak mengalir keluar dari sudut bibirku."Baguslah. Papa harap kamu suka dengan hadiah Papa," jawab papaku, memelukku.Ah, pelukannya hangat sekali dan penuh cinta. Saya merasa aman sekali dalam pelukannya. Ingin rasanya waktu berhenti selamanya agar papaku dan saya dapat tetap berpelukkan seperti itu."Papa masih punya hadiah lain untukmu, anakku," katanya sambil melepaskan pelukannya.Dengan penuh cinta, papaku membaringkanku di atas ranjangku. Bantalku diletakkan tepat di bawah pinggulku. Dengan demikian, pantatku terekspos, sangat rawan untuk dikerjain. Papaku yang perkasa itu lalu naik ke atas ranjang dan berlutut di depan kakiku."Papa mau memberimu hadiah yang terbaik, nak. Pantatmu akan Papa isi dengan cairan kelaki-lakian Papa. Kamu mau, 'kan?" Saya menganguk-ngangguk, tanda setuju."Mulanya akan sakit, tapi kamu tahan, yah. Kamu 'kan sudah berusia 18 tahun sekarang. Sebentar lagi kamu akan kuliah. Kamu harus belajar untuk menerima penderitaan dalam hidupmu agar kamu kuat menjalani hidup ini. Jadi, kamu harus sanggup menahan rasa sakit ini, oke?"Saya kembali mengangguk, mempersiapkan diriku untuk menerima kontolnya. Papaku merentangkan kedua kakiku dan membukanya lebar-lebar."Aaahh.. Lubang pantatmu seksi sekali, nak. Papa tusuk, ya?" Kembali saya mengangguk.Setelah mendapat izinku, papaku langsung menancapkan kepala kontolnya pada anusku. Mulanya agak susah, yapi dia tetap memaksa dan mendorong."Ooohh.. Pa, tusuk pantatku, Pa.. Ooohh.. Ayo, Pa.. Saya sudah tak tahan lagi.. Ooohh.."Saya kemudian diperintahkan untuk 'ngeden' agar anusku terbuka. Meski bingung, saya menurut saja. Begitu saya 'ngeden', tiba-tiba kontol Papa yang besar langsung menancap masuk."AARRGGHH..!!" teriakku, sakitnya sungguh tak terkira.Anusku serasa terbuka lebar-lebar, terasa jelas gesekan antara kontolnya dengan dinding dalam pantatku. Begitu kepala kontol Papa masuk dengan suara PLUP! lubangku menutup dan mencekik batang kontol Papa. Saya langsung merasa penuh sekali; kontol Papa terasa besar sekali di dalam perutku. Anusku masih berkedut-kedut dengan rasa sakit seperti luka bakar, tapi sampai sejauh itu saya masih sanggup bertahan."Ini baru anak Papa. Papa bangga padamu, nak. Kamu sanggup menerima kontol Papa yang besar ini. Sekarang Papa genjot, ya. Kamu harus bertahan, ok?"Papa menciumiku lalu kembali berkonsentrasi pada kontolnya. Begitu Papa mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, saya mulai mengerang kesakitan. Rasanya anusku akan robek, tak sanggup menampung kontol Papa.".. Ooohh.. Pa, sakit sekali rasanya.. Aaahh.. Saya tak kuat.."Mataku berlinang air mata, saya menangis terisak-isak sambil menahan perih. Tapi papaku tak mengindahkanku. Dia tetap menggenjot pantatku. Kasihan sekali anusku. Sementara itu, erangan kesakitanku semakin menjadi-jadi. Saya mencoba untuk meronta-ronta, namun tak berhasil. Saya juga mencoba untuk menjauhi kontol papaku, namun kedua tangannya memegang kakiku erat-erat. Sementara itu, melihat perlawananku, papaku malah menjadi makin bernafsu.Kontolnya didorong masuk sekeras mungkin sampai-sampai saya mengira dia akan melubangi perutku. Terasa sekali kontolnya meraba-raba ususku. Lalu tiba-tiba semua mulai berubah nikmat. Saya tak tahu kenapa, tapi ada sebuah gelombang nikmat yang menguras tenagaku. Tubuhku menggelinjang keenakkan seolah-olah saya sedang orgasme. Rasa sakit masih tetap ada, namun tertutupi oleh rasa nikmat yang berlipat ganda itu.Napas papaku semakin memburu-buru. Keringat mulai berjatuhan dari wajahnya dan membasahi perutku. Pandangannya serius sekali, terkesan sedikit garang.".. Hhhooh.. Hhoohh.. Pantatmu sempit sekali.. Aaahh.. Enak.. Aaarrgghh.. Papa genjot lebih kuat lagi ya? Uuugghh.. Hhoosshh.." Tubuh kami terguncang-guncang sampai-sampai ranjangku berderak-derak. Saya khawatir ranjangku akan rubuh, berhubung tenaga papaku besar sekali.".. Ooohh.. Nak, Papa hampir sampai.. Hhhoohh.. Aaahh.."Saya paham benar apa yang akan terjadi selanjutnya. Papaku akan ngecret! Untuk merangsangnya, saya mulai berkata-kata kotor.".. Uugghh.. Ayo, Pa.. Ngentotin pantat anakmu ini.. Hhhohh.. Kontol Papa gede banget.. Ooohh.. Ngentotin saya, Pa.. Uuuhh.."Usahaku berhasil sebab Papa semakin bersemangat. Ritme ngentotnya begitu cepat dan bertenaga. Anusku dihajar habis-habisan, tanpa ampun sedikit pun. Saya tak menyangka bahwa papaku jantan sekali. Saya membayangkan betapa repotnya Mamaku dulu karena harus melayani nafsu kuda pejantan ini. Siapa yang mengira bahwa papaku akan mengentotinku seperti saat ini.".. AARRGGHH..!! Papa is.. CccCCUUMMINNGG!!" teriaknya, sok memakai bahasa Inggris.CCRROTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!!Pejuhnya yang sepanas lava menerjang masuk, 'menghanguskan' isi pantatku. Setiap kali kontolnya menembakkan sperma, papaku melenguh seperti kerbau."UUGGHH..!! UUGGHH!! UUGGHH!! HHOOHH.."Tubuhnya kelojotan, tetap berpegangan erat pada kedua kakiku yang terentang lebar-lebar."Uugghh.." desahnya saat tetes pejuh terakhir menetes keluar dari lubang kontolnya.Papaku terbaring lemas, menimpa tubuhku. Napasnya yang panas mendera wajahku. Sebelum saya sempat ebrkata apa-apa, Papa tiba-tiba membalikkan badannya sambil memelukku. Jadi kini Papa berbaring di bawah sementara saya berada di atas tubuhnya yang bersimbah keringat."Giliranmu, anakku. Duduk di atas perut Papa dan kocok kontolmu. Papa ingin melihat pejuhmu tersembur keluar. Ayo, nak. Demi Papa. Mau 'kan?" bujuknya, membelai-belai rambutku."Tentu saja, Pa."Saya duduk sementara kontol Papa masih bersarang di dalam pantatku. Papa memang hebat. Meskipun sudah ngecret dua kali, kontolnya masih saja tegang. Saya menunduk dan menyaksikan betapa ngacengnya kontolku itu. Kepala kontolku yang berwarna agak keungu-unguan itu berdenyut-denyut, dilumuri precum. Tanpa malu-malu, saya menggenggam kontolku dan mulai mengocoknya. Kontolku terus kukocok, naik-turun, naik-turun, naik-turun.."Ooohh.. Hhhoohh.. Hhhoosshh.. Aaahh.. Uuuhh.."Detak jantungku semakin cepat dan napasku semakin memburu. Sebentar saja, kontolku pun memuntahkan pejuhnya."Hhoohh.. Pa, saya ngecret.. Ooohh.."CCRROOTT!! CCRROTT!! CCRROOTT!!"AARRGGH..!! PPAAPPAA..!!" erangku, tubuhku mengejang-ngejang.Untung saja kedua tangan papaku yang kuat memegangku sehingga saya tak terjatuh. Orgasme menguasaiku dan membutakan semuanya. Yang saya pikirkan hanyalah orgasme dan ejakulasi. Pejuhku terpancar jauh mengenai wajah papaku. Semakin ditembakkan, jaraknya semakin berkurang. Sekujur tubuh papaku penuh dengan noda-noda spermaku.".. Aaarrgghh.." desahku ketika semuanya berakhir."Oh, anakku yang manis," papaku berbicara.Tangannya menarik tubuhku sehingga saya pun jatuh menindih tubuh ayahku yang besar. Putingnya yang selalu kencang mengosok-gosok dadaku. Spermaku menempel pada tubuh kami berdua. Dari jauh, kami lebih mirip dua roti tawar yang diolesi dengan mayones."Selamat ulang tahun yang ke-18, anakku," sambungnya, "Ini hadiah Papa untukmu.""Terima kasih, Pa," balasku, "Saya suka sekali dengan hadiah ini." Kucium papaku dengan mesra."Papa cinta padamu, anakku. Papa ingin agar kita selalu bersama, tak terpisahkan. Papa akan menjagamu selamanya, nak. Papa hanya minta cintamu sebagai balasannya.""Papa tak perlu meminta hal itu. Saya juga cinta Papa. Saya terharu Papa pun memikirkan hal yang sama. Saya sayang Papa," kataku, merangkulnya erat-erat.Air mata bahagia mengalir, membasahi pipiku. Saya tak peduli apa pandangan masyarakat, moral dan agama tentang hubungan incest homoseks ini. Yang kutahu adalah papaku dan saya saling mencintai. Takkan ada yang dapat menghalangi kami. Hari-hari kami selanjutnya selalu diisi dengan seks, seks, dan skes. Kami seakan tak pernah puas. Sayang sekali tak semua ayah dan anak memikirkan hal yang sama dengan yang kami pikirkan. Mereka tak tahu apa yang telah mereka lewatkan!
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya lagi. "Kenapa kamu menelan sperma Papa? Kamu benar-benar homo?" Meskipun semua pertanyan yang diajukan terasa sangat memojokkanku, namun aku tak menemukan intonasi kemarahan atau pun keterkejutan dalam nada bicaranya. Papaku terdengar seolah-olah dia sudah tahu sejak lama bahwa aku gay. Tapi bagaimana mungkin? Papaku berjalan ke arahku. Saat kami telah berdiri berhadapan, aku hanya bisa menundukkan kepalaku dalam-dalam, malu sekali. "Ada apa denganmu? Papa sudah berdiri di sini dari tadi. Papa melihat bagaimana kamu menikmati noda pada celana dalam itu dan bagaimana kamu menyukai setiap tetes dari pejuh Papa. Papa juga lihat bagaimana kamu sangat menikmati masturbasimu. Kamu ngecret sangat banyak. Anakku, kalau kamu begitu menyukai sperma Papa, kamu 'kan bisa minta." "Hah?!" Aku tak percaya mendengar ucapannya. Apa maksudnya? "Papa sudah tahu kamu homo, tapi Papa tak berani memintamu ngeseks dengan Papa. Kamu pasti tidak tahu, tapi Papa sering mengendap masuk ke dalam kamarmu saat kamu sedang keluar. Papa suka sekali dengan semua koleksi film porno homo, majalah homo, dan juga foto-foto di komputer kamu. Semuanya merangsang. Sering Papa berfantasi bagaimana nikmatnya bersetubuh dengan anak Papa sendiri tapi Papa takut." Pengakuan Papa sangat mengagetkanku. Dalam sekejap, bayanganku tentang Papa langsung pecah berkeping-keping. "Tapi saat Papa tadi melihatmu asyik mencoli kontol kamu sambil meminum sperma Papa, Papa yakin bahwa kamu juga sering membayangkan Papa dalam setiap fantasi jorokmu. Benar 'kan?" "Tapi, Pa, tadi aku lihat Papa sedang ngeseks dengan seorang wanita pelacur. Papa biseks?" tanyaku penasaran. Rasa takut dan maluku berangsur-angsur hilang. "Wanita?" papaku tertawa kecil. "Anakku, yang tadi Papa bawa pulang namanya Jon. Dia laki-laki tulen, seumur Papa. Dia adalah anak buah Papa di kantor. Selama bertahun-tahun, Jon telah sering melayani nafsu homoseksual Papa. Sebenarnya sudah berkali-kali Papa mengajaknya kemari, namun baru kali ini Papa tertangkap basah oleh kamu. Celana dalam yang tadi kamu jilat-jilat adalah celana dalam yang sengaja ditinggalkan Jon untuk Papa," jelasnya sambil tersenyum mesum. "Anakku, Papa sama homonya seperti kamu. Sejak Papa ditinggal mamamu, Papa membenci wanita dan mulai menyukai sesama jenis." Penjelasan Papa membuatku tercengang. Kami hanya berdiri saling menatap selama bermenit-menit sebelum akhirnya aku merangkul papaku sambil menangis lega. "Papa.. Saya sayang Papa.. Sudah lama saya memimpikan Papa.." Kepalaku bersandar di atas dadanya yang gempal namun padat berisi. Tanpa ragu, kuraba-raba dadanya sambil memuaskan impianku untuk memeluknya. Pelan-pelan, kontol Papa membentuk tonjolan besar di depan celana pendeknya. Dan saat itu Papa bertanya.. "Kamu masih kuat? Mau bercinta dengan Papa?" Kutatap wajah papaku dan kutemukan nafsu birahi kembali menguasainya. Aku mengangguk-ngangguk, setuju. Tanpa basa-basi, Papa memerosotkan celana pendeknya. Ternyata Papa juga sudah tidak mengenakan celana dalam. Pepatah mengatakan, ayah dan anak sama saja. Kurasa pepatah itu benar. Kontolnya langsung melompat keluar, berdenyut-denyut dengan bangga. Rasanya hangat sekali saat kontolnya itu menempel di pahaku, beradu dengan kontolku. Perlahan, kontolku yang tadi sempat melemas, kini mulai mengeras lagi. Noda pejuh yang masih melekat pada kontolku menodai paha Papa, namun Papa tampak tak keberatan. Papa memelukku sambil meraba-raba seluruh tubuhku. Tangannya terasa lebar dan kasar, namun aku suka. Bibirnya asyik masyuk mencium-cium wajah dan leherku. Deru napasnya terdengar jelas seperti suara mesin pesawat tempur. Kedua puting Papa yang keras melenting terasa menusuk-nusuk dadaku, membangkitkan putingku. Bibir Papa kemudian beralih ke mulutku, dan kami pun berciuman mesra sekali. Papa tampak agak terkejut melihat betapa terampilnya aku dalam membalas ciumannya. Ketika kujelaskan bahwa aku dulu pernah punya pacar homo, Papa hanya tersenyum mesum saja. Tangannya aktif meremas-remas belahan pantatku, sesekali melebar-lebarkan pantatku agar anusku tertarik. "Hhoohh.. Papa sayang kamu.. Aahh.. Kamu anak Papa yang seksi.. Hhoohh.." desahnya. Papa tiba-tiba menekan badanku ke bawah seraya mengisyaratkan bahwa dia ingin dihisap. Aku tak menolaknya. Aku berjongkok di depan kontolnya tanpa mengeluh. Aroma jantan langsung memancar dari kontol itu. Nampak noda-noda pejuh masih melekat pada kepala kontolnya. Aromanya sangat menusuk, mengingatkanku pada pejuh Papa yang baru saja kutelan tadi. Mm.. Kontol Papa berdenyut-denyut dan mulai mengalirkan precum. Papa nampaknya tak sabar lagi sebab dia mulai menggerak-gerakkan kontolnya menuju mulutku. Begitu mulutku terbuka, kontolnya melesat masuk dan berdiam di sana. Mm.. Rasa pejuh bercampur precum langsung memenuhi setiap sel dari lidahku. Sungguh tak terbayangkan, aku sedang menyedot kontol yang dulu pernah menciptakanku. Jika tak ada kontol itu, aku takkan pernah ada. Oleh karena itu, aku harus melayani kontol Papa sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih, dan lagipula aku memang suka menyedot kontol Papa. Slurp! Slurp! Slurp! Kontol itu terasa menyesakkan mulutku. Ukurannya jauh lebih besar daripada kontol mantanku. Aku harus pintar-pintar menghisap kontol itu sebab mulutku hampir kram. Lidahku bermain-main sambil mengusap-ngusap kepala kontol itu, menggodanya. Sengaja kujilat-jilat bagian bawah kepala kontolnya karena bagian itulah yang paling sensitif. Kucoba untuk memampatkan mulutku agar hisapanku menguat. Kupaksa kontol Papa untuk memberikanku lebih banyak precum. Mm.. Enak sekali. Slurp! Semakin keras kusedot kontol itu, Papa mengerang semakin keras pula. "Hhoohh.. Hisap kontol Papa.. Aahh.. Ya, begitu.. Jilat terus.. Oohh.. Mulutmu lebih enak daripada mulut Jon.. Aahh.. Layani Papa, anakku.. Oohh.." Papa menjambak rambutku dan memakainya sebagai pengendali kepalaku. Meski agak kesakitan, tapi aku tak keberatan karena Papa melakukannya dengan lembut. "Hhoohh.. Hisap terus.. Aahh.." Kedua tanganku merayap naik. Begitu kutemukan dada Papa, aku langsung meraba-rabanya. Ah, aku rindu sekali menyentuh dada itu, dada Papa yang kucintai. Putingnya mengeras di bawah rabaanku. Ketika kupelintir, papaku mengejang-ngejang sembari mengerang keenakkan. "Hhoohh.. Yyeeaahh.. Mainin puting Papa.. Aahh.. Ayo, nak.. Buat Papa terangsang.. Hhoohh.." Precum Papa mengalir makin banyak, habis kutelan semuanya. "Aarrgghh!!" erang Papa mendadak sambil mendorongku jauh-jauh. Aku terkejut tapi belakangan aku baru menyadari bahwa Papa tadi hampir ngecret dan dia hanya mau agar aku berhenti menyedot kontolnya sebentar. Papa kemudian menghampiriku. Dengan sepasang tangannya yang kuat, Papa mengangkatku dan membaringkanku di atas meja dapur. Kami memang punya sebuah meja dapur yang kokoh tepat di tengah dapur, berfungsi sebagai meja masak dan sekaligus meja makan. Dengan bernafsu, kakiku dikangkangkannya lebar-lebar. Anusku nampak berkedut-kedut menyapa papaku. Papa hanya tersenyum padaku seraya berkomentar nakal. "Pantatmu kelihatan sempit. Pasti enak kalau Papa entoti." Berbekal kondom yang tersimpan di celana pendeknya, Papa mempersenjatai kontolnya. Kemudian, tanpa bicara lagi, Papa langsung menusukkan kontolnya dalam-dalam. "Aahh.." erangnya, matanya merem-melek. Anusku yang masih sempit, mencekik kontolnya. Namun pelumas yang menempel pada kondom Papa membantu proses penetrasi sehingga kontol Papa dapat masuk seluruhnya. Blleess.. Namun Papa tak mau buang-buang waktu, dia langsung menggenjot pantatku. "Aarrgghh.. Sakit, Pa.. Hhoohh.. Uugghh.." rintihku. Kontol Papa memang besar sekali hingga anusku serasa sobek. Air mataku mengalir keluar, tak tahan menahan sakit. Duburku serasa terbakar dan berdarah. Namun Papa berusaha menenangkanku. "Hhoohh.. Sakit.. Aahh.." "Aahh.. Tahan saja.. Uugghh.. Demi Papa.. Hhoohh.. Sempit banget.. Aahh.. Kontol Papa dijepit pantatmu.. Aahh.." Kontol Papa memang terasa sempit di dalam duburku, namun Papa malah semakin menyukainya. Dengan bernafsu sekali, Papa mengentotku. Kepala kontolnya menghajar isi pantatku tanpa ampun. Rasanya setiap organ dalam pantatku sudah dirombak ulang. Ketika kontol itu menemukan prostatku, aku mulai mengerang-ngerang karena nikmat. Prostatku memancarkan rasa nikmat yang mirip orgasme. Aku merasa senang dan tak merasa sakit lagi. Berkali-kali prostatku ditumbuk, lagi, lagi, dan lagi. "Oohh.. Pa, enak banget.. Aahh.. Fuck me.. Oohh.. entoti anakmu, Pa.. Aahh.. Aku butuh kontol Papa.. Aarrgghh.. Ayo, Pa.. Ngentot terus.. Aahh.." Aku mengerang-ngerang seperti pria murahan, namun aku suka melayani Papa. Papa tahu kebutuhanku, maka dari itu dia menggenggam kontolku dan langsung mengocok-ngocoknya. Dari deru napas kami, kami akan segera ngecret. "Aarrgghh.. Pa, aku mau.. Aahh.. Kkeluar.." erangku. Aku sungguh tak kuat lagi. Prostatku dihajar terus-menerus oleh kontol Papa sementara kontolku dikocok terus oleh tangan Papa. Orgasmeku sungguh tak dapat dicegah. Seiring dnegan membanjirnya precumku, aku ngecret! Kontolku berdenyut-denyut dengan ganas, menyemburkan lahar putih ke mana-mana. Semburannya begitu kuatnya sehingga mengenai dada Papa. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! "Oohh.. Semprotkan pejuhmu.. Oohh.. Yyeeaahh.. Biar Papa lihat.. Hhoohh.." Papa menyemangatiku sambil terus menyodok-nyodok pantatku. Tapi rupanya orgasmeku justru memicu orgasmenya sebab bibir anusku berkontraksi hebat ketika orgasmeku terjadi. Papa menggeram seperti banteng, perutnya berkontraksi. Seiring dengan erangan panjangnya, kontol Papa mulai mengisi pantatku dengan spermanya. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! "Hhoohh!! Hhoosshh!! Aahh!!" lenguhnya. Setiap kali kontolnya menembakkan sperma, tubuhnya akan terguncang. Dada gempalnya ikut terguncang-guncang, seksi sekali. Ccrroott!! Sebagian sperma meleleh keluar dari pantatku. Lalu Papa memeluk tubuhku saat semuanya telah usai. Dia membisikkan bahwa betapa dia mencintai dan menyayangiku. Kubalas dengan sebuah ciuman mesra di pipinya. "Aku sayang Papa," bisikku.